Langsung ke konten utama

Studi Stabilitas

Studi stabilitas umumnya dilakukan untuk mengetahui lama simpan suatu produk makanan, minuman, atau obat. Namun, dapat juga dilakukan untuk mengetahui mekanisme degradasi suatu produk (misal. obat) atau mengetahui efektivitas suatu agen penstabil yang ditambahkan dalam formulasi.
Prinsipnya, studi stabilitas memanfaatkan hubungan antara parameter kimiawi, fisik, atau mikrobiologi terhadap waktu. Umumnya, parameter kimiawi lebih disukai karena pengamatan dapat dilakukan dengan lebih mudah dibandingkan dengan parameter lainnya. Berikut ini adalah contoh kinetika degrasi orde pertama.


Waktu kadaluarsa ditetapkan sebagai waktu di mana konsentrasi suatu produk menjadi 90% dari konsentrasi awalnya atau telah rusak 10%, maka waktu kadaluarsa dapat ditetapkan sebagai :
$$ t_{90} = \frac{0,105}{k} $$
Apabila data konsentrasi pada waktu tertentu dan kondisi penyimpanan tertentu dapat ditentukan, maka dapat dilakukan estimasi waktu kadaluarsa menggunakan persamaan di atas.

Bagaimana Merancang Studi Stabilitas Sederhana

Untuk membuat rancangan penelitian studi stabilitas yang baik, sebaiknya dimulai dari pertanyaan penelitian misalnya dalam suatu formulasi, kita menambahkan suatu agen penstabil, dan ingin melihat efektivitas agen penstabil tersebut. Maka pertanyaan penelitian adalah:

"Apakah agen penstabil mampu meningkatkan stabilitas formula?"

Untuk menjawab ini maka dimulailah desain eksperimen. Desain eksperimen yang paling sederhana adalah membandingkan dua beberapa formula yaitu kontrol negatif (tanpa agen penstabil) dan uji (sampel dengan agen penstabil yang diteliti). Selanjutnya, dilakukan pengukuran parameter stabilitas awal yang diteruskan dengan pemberian perlakuan tertentu (stress test, misalnya suhu tinggi selama waktu tertentu) dan dilakukan pengukuran parameter stabilitas akhir (setelah stress test).

Contoh konkrit. Seorang mahasiswa ingin membuktikan bahwa suatu agen penstabil mampu mempertahankan aktivitas antioksidan suatu ekstrak tanaman. Untuk menjawab permasalahan ini dibuatlah 2 (dua) buah kelompok sampel yaitu :
1. ekstrak tanaman + agen penstabil yang diuji. [1:1,v/v]
2. ekstrak tanaman + pelarut (metanol) [1:1v/v]

di mana konsentrasi ekstrak tanaman dalam ketiga sampel adalah sama.

sampel tersebut dibagi menjadi dua bagian sama banyak, bagian pertama langsung diukur aktivitas antioksidannya sedangkan bagian kedua diberi perlakuan yang sama yaitu diinkubasi pada suhu 70 derajat C selama 3 jam kemudian dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan (metode DPPH)

Maka di akhir percobaan akan diperoleh aktivitas antioksidan (%penghambatan radikal) sebelum dan sesudah stress test.

Maka di akhir percobaan akan diperoleh aktivitas antioksidan (%penghambatan radikal) sebelum dan sesudah stress test (data simulasi)



Untuk mempermudah interpretasi data, dapat dilakukan visualisasi sebagai berikut:



Secara visual terlihat bahwa nilai %inhibisi sebelum dilakukan stress test ada pada kisaran 5% dan tidak terlihat perbedaan yang bermakna antara sampel 1 (ekstrak + metanol) dan 2 (ekstrak + agen penstabil).  Setelah dilakukan stress test, dapat dilihat bahwa ekstrak yang diberi penstabil (S2) tidak mengalami perubahan aktivitas antioksidan yang bermakna sedangkan ekstrak tanpa penstabil (S1) mengalami penurunan yang cukup drastis. Setelah dilakukan uji formal dengan paired t-test terhadap data sebelum dan sesudah perlakuan, didapati bahwa penurunan aktivitas antioksidan pada ekstrak tanpa penstabil signifikan secara statistik (p<0,05) sedangkan penurunan aktivitas antioksidan pada ekstrak dengan penstabil tidak signifikan secara statistik (p>0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agen penstabil yang diberikan mampu menjaga aktivitas antioksidan dari ekstrak pada suhu 70 derajat C selama 3 jam.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memahami Potensial Aksi Sel Saraf : Depolarisasi, Hiperpolarisasi, Repolarisasi

Potensial Istirahat Membran Sinyal pada sel-sel saraf disampaikan melalui sinyal listrik. Sinyal listrik ini dapat terjadi karena ada perbedaan muatan di dalam dan di luar sel. Perbedaan muatan ini dapat diukur menggunakan voltmeter yang terhubung dengan elektroda pembanding dan mikroelektroda perekam (lihat Gambar 1). Pada keadaan istirahat kanal ion tertutup, ion yang tersebar di sepanjang membran dapat diprediksi dengan mudah. Konsentrasi Na +  diluar sel 10 kali lebih besar dari pada di dalam sel dan konsentrasi K +  di dalam sel lebih besar daripada di luar sel. Sitosol mengandung anion konsentrasi tinggi dalam bentuk ion fosfat dan protein yang terionisasi negatif. Pada keadaan ini (istirahat) muatan di dalam sel lebih negatif daripada di luar dan beda potensialnya sebesar -70 mV. Nilai ini disebut dengan potensial istirahat membran. Kebocoran kanal ion dapat terjadi yang memungkinkan ion Na +  masuk ke dalam sel atau ion K +  keluar dari sel, namun hal ini dapat diatasi oleh p

Klasifikasi Reseptor

Reseptor dapat dibagi berdasarkan lokasi dan transduksi sinyal. Berdasarkan lokasinya, reseptor dapat dibagi menjadi reseptor transmembran dan reseptor inti. Jika ditinjau dari proses transduksi sinyal, maka dapat dibagi lagi menjadi  ionotropik &  metabotropik . Reseptor ionotropik, reseptor kanal ion atau yang terasosiasi dengan kanal ion, masih dapat dibagi lagi menjadi voltage-gated, ATP-gated, dan ligand-gated sedangkan reseptor ionotropik dapat dibagi menjadi reseptor terikat protein G (G s , G q , G i ) dan reseptor terikat enzim. 1. Reseptor Transmembran Reseptor transmembran terletak di membran sel dan mempunyai domain (daerah) ekstraseluler, membran, dan intraseluler [ 1 ]. Beberapa reseptor yang termasuk dalam golongan reseptor transmembran adalah reseptor insulin dan glucose transporter [2]  serta reseptor GABA A [3] . 2. Reseptor Inti Reseptor inti adalah reseptor yang terdapat di sitoplasma. Apabila terdapat ligan yang pengaktivasi (biasanya se

Granulasi Basah

Pendahuluan Metode granulasi basah adalah teknik pembuatan tablet yang paling banyak digunakan. Granulasi basah dimulai dari pencampuran, penambahan bahan pengikat, pengayakan, pengeringan, penambahan bahan ekstragranular, dan yang terakhir adalah pencetakan tablet. Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk suspensi/larutan/mucilago atau dalam bentuk serbuk kering. Manakala tablet dibuat dalam skala kecil, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk dan kemudian ditambah dengan sejumlah pelarut. Sebaliknya, dalam skala besar, sebaiknya bahan pengikat didispersikan terlebih dahulu ke dalam pelarut membentuk larutan/mucilago/suspensi baru kemudian ditambahkan ke dalam campuran yang akan dibuat menjadi granul. Penambahan pelarut atau cairan pengikat tidak perlu terlalu besar, sebab massa ("adonan") yang akan digranul cukup dibuat lembab ( jangan sampai basah atau seperti pasta karena menyebabkan tablet terlalu keras ). Setelah terbentuk massa yang cukup kalis, dilak