Langsung ke konten utama

Granulasi Basah

Pendahuluan

Metode granulasi basah adalah teknik pembuatan tablet yang paling banyak digunakan. Granulasi basah dimulai dari pencampuran, penambahan bahan pengikat, pengayakan, pengeringan, penambahan bahan ekstragranular, dan yang terakhir adalah pencetakan tablet.

Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk suspensi/larutan/mucilago atau dalam bentuk serbuk kering. Manakala tablet dibuat dalam skala kecil, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk dan kemudian ditambah dengan sejumlah pelarut. Sebaliknya, dalam skala besar, sebaiknya bahan pengikat didispersikan terlebih dahulu ke dalam pelarut membentuk larutan/mucilago/suspensi baru kemudian ditambahkan ke dalam campuran yang akan dibuat menjadi granul. Penambahan pelarut atau cairan pengikat tidak perlu terlalu besar, sebab massa ("adonan") yang akan digranul cukup dibuat lembab (jangan sampai basah atau seperti pasta karena menyebabkan tablet terlalu keras).

Setelah terbentuk massa yang cukup kalis, dilakukan pengayakan sehingga terbentuk "granul lembab". Granul dikeringkan pada suhu sekitar 50ºC untuk menghasilkan granul kering. Pengeringan ini dilakukan dalam pembentukan agregat dan mengurangi kadar lembab antar granul sampai titik optimum. Selama proses pengeringan, ikatan-ikatan interpartikulat terbentuk dari fusi atau kristalisasi. Selain itu gaya Van der Waals antar bahan juga pengikat memegang peranan penting dalam pembentukan ikatan.

Granul yang sudah kering diayak kembali untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih kecil. Granul yang sudah jadi lebih ditambah dengan bahan ekstragranular misalnya lubrikan untuk mengurangi friksi antara punch dan die; pewarna untuk memperbaiki penampilan, atau bahan penghancur ekstragranular untuk mempercepat waktu hancur.

Jika ditambahkan dalam bentuk larutan/suspensi/mucilago, apakah jumlah larutan pengikat dihitung secara pasti di dalam formula?

Dalam kebanyakan kasus, larutan pengikat ditambahkan sedikit-demi sedikit ke dalam campuran serbuk sehingga menghasilkan massa yang kalis (cukup basah saja). Dengan demikian, jumlah pasti larutan pengikat tidak dapat dituliskan secara pasti di dalam formula, melainkan di tulis dengan kode q.s (quantum satis, secukupnya).

Berikut ini adalah contoh formula tablet laksatif yang dibuat dengan metode granulasi basah. Dalam formula tersebut, jumlah bahan pengikat (larutan gelatin 10%) dituliskan q.s dan  tidak diperhitungkan dalam perhitungan persentase komponen-komponen formula. Pada saat pembuatan granul, cairan pengikat ditambahkan sedikit demi sedikit hingga terbentuk massa yang kalis.

Formula-1
- no title specified
KomposisiJumlah per tablet (mg)Persentase (%)
Fenolftalin645.18
Gula serbuk75060.68
Cocoa serbuk35028.32
Talk120.97
Kalsium stearat604.85
Gelatin 10%qs-
Jumlah1236100

Jika ditambahkan dalam bentuk serbuk, apakah jumlah bahan pengikat dihitung secara pasti di dalam formula?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering bersama dengan serbuk-serbuk intragranular yang lain. Setelah tercampur, ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai cukup kalis. Pada kasus ini jumlah bahan pengikat dihitung secara pasti di dalam formula. Sedangkan air ditulis q.s.

Berikut ini diberikan contoh pembuatan tablet aminofilin dengan granulasi basah. Sebagai bahan pengikat digunakan pregelatinized starch.  Granulasi dilakukan dengan mencampurkan bahan intragranular yaitu aminofilin, trikalsium fosfat, dan starch sampai homogen kemudian ditambahkan air untuk melembabkan campuran tersebut. Setelah cukup kalis maka campuran diayak selagi basah kemudian dikeringkan.

Formula-2
- no title specified
KomposisiJumlah per tablet (mg)Persentase (%)
Aminofilin10050.76
Trikalsium fosfat5025.38
Pregelatinized starch157.61
Talk3015.23
Minyak mineral21.02
Airqs-
Jumlah197100

Bagaimana cara pembuatan tablet dengan granulasi basah jika bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk cair?

Pertama, jumlah/komposisi bahan intra- dan ekstragranular harus ditentukan.
Kedua,  lakukan pencampuran bahan-bahan intragranular (kecuali cairan pengikat) sampai homogen.
Ketiga, buatlah cairan pengikat dengan konsentrasi tertentu yang diinginkan
Keempat, tambahkan cairan pengikat sedikit demi sedikit sampai kalis kemdian diayak selagi basah
Kelima, keringkan granul
Keenam, timbang granul kering dan lakukan koreksi bobot berdasarkan perbandingan berat teoritis (lihat tahap pertama) dan berat granul yang diperoleh
Ketujuh, tambahkan bahan intragranular dan campurlah sampai homogen
Kedelapan, lakukan pencetakan tablet.

Berikut ini dituliskan cara pembuatan tablet laxatif fenolftalin sebagai contoh (Formula-1)

Campur fenolftalin, gula, dan cocoa kemudian dibasahi dengan cairan gelatin 10% hingga terbentuk massa yang kalis. Campuran diayak dengan pengayak 8 mesh dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50-55ºC. Setelah kering, granul diayak kembali dengan pengayak 16 mesh untuk memperkecil ukuran partikel. Sementara itu, campurlah kalsium stearat dan talk  (bahan ekstragranular) kemudian diayak dengan pengayak 100 mesh. Selanjutnya, granul dicampur dengan bahan ekstragranular kemudian dikempa.

Kelemahan : jumlah bahan pengikat yang ditambahkan tidak pasti, dapat menyebabkan perbedaan kualitas dari satu bets ke bets yang lain. Oleh karena itu, pada saat optimasi formula, jumlah larutan pengikat yang ditambahkan harus dihitung.

Bagaimana cara pembuatan tablet dengan granulasi basah jika bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering?

Prinsipnya, semua bahan intragranular dicampurkan sampai homogen, kemudian dibasahi dengan pelarut (bisa air atau alkohol) kemudian dicampurkan sampai kalis. Selanjutnya dtambahkan bahan intragranular dan dikempa.

Berikut ini dituliskan cara pembuatan tablet aminofilin sebagai contoh (Formula-2)

Campur aminofilin, trikalsium fosfat dan amilum lalu dibasahi dengan air sampai kalis. Campuran diayak dengan ayakan 12 mesh dan dikeringkan pada suhu 40ºC. Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan 20 mesh; tambahkan talk dan dicampur. Tambahkan minyak mineral, di campur selama 10 menit kemudian dikempa.

Kelebihan : persentase bahan pengikat dapat dihitung secara pasti.
Kelemahan : metode ini hanya sesuai untuk skala kecil (skala lab).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memahami Potensial Aksi Sel Saraf : Depolarisasi, Hiperpolarisasi, Repolarisasi

Potensial Istirahat Membran Sinyal pada sel-sel saraf disampaikan melalui sinyal listrik. Sinyal listrik ini dapat terjadi karena ada perbedaan muatan di dalam dan di luar sel. Perbedaan muatan ini dapat diukur menggunakan voltmeter yang terhubung dengan elektroda pembanding dan mikroelektroda perekam (lihat Gambar 1). Pada keadaan istirahat kanal ion tertutup, ion yang tersebar di sepanjang membran dapat diprediksi dengan mudah. Konsentrasi Na +  diluar sel 10 kali lebih besar dari pada di dalam sel dan konsentrasi K +  di dalam sel lebih besar daripada di luar sel. Sitosol mengandung anion konsentrasi tinggi dalam bentuk ion fosfat dan protein yang terionisasi negatif. Pada keadaan ini (istirahat) muatan di dalam sel lebih negatif daripada di luar dan beda potensialnya sebesar -70 mV. Nilai ini disebut dengan potensial istirahat membran. Kebocoran kanal ion dapat terjadi yang memungkinkan ion Na +  masuk ke dalam sel atau ion K +  keluar dari sel, namun hal ini dapat diatasi oleh p

Klasifikasi Reseptor

Reseptor dapat dibagi berdasarkan lokasi dan transduksi sinyal. Berdasarkan lokasinya, reseptor dapat dibagi menjadi reseptor transmembran dan reseptor inti. Jika ditinjau dari proses transduksi sinyal, maka dapat dibagi lagi menjadi  ionotropik &  metabotropik . Reseptor ionotropik, reseptor kanal ion atau yang terasosiasi dengan kanal ion, masih dapat dibagi lagi menjadi voltage-gated, ATP-gated, dan ligand-gated sedangkan reseptor ionotropik dapat dibagi menjadi reseptor terikat protein G (G s , G q , G i ) dan reseptor terikat enzim. 1. Reseptor Transmembran Reseptor transmembran terletak di membran sel dan mempunyai domain (daerah) ekstraseluler, membran, dan intraseluler [ 1 ]. Beberapa reseptor yang termasuk dalam golongan reseptor transmembran adalah reseptor insulin dan glucose transporter [2]  serta reseptor GABA A [3] . 2. Reseptor Inti Reseptor inti adalah reseptor yang terdapat di sitoplasma. Apabila terdapat ligan yang pengaktivasi (biasanya se