Langsung ke konten utama

Transporter dalam dalam absorpsi obat : Kinetika Michaelis-Menten

Kinetika Michaelis-Menten (MM) sangat berguna untuk memahami proses disposisi obat dalam tubuh. Beberapa molekul obat bersifat polar sehingga tidak mampu berdifusi pasif untuk melewati membran sel. Transport molekul-molekul obat ini diperantarai oleh suatu molekul pembawa (umumnya protein) yang disebut dengan transporter. Pada hakekatnya, proses perpindahan/transport obat melalui molekul pembawa seperti reaksi enzimatis sehingga berlaku reaksi :

$\ce{E + S <=>[k_1][k_3] ES ->[k_2][] E + P }$

Dalam konteks disposisi obat, tidak terjadi pembentukan produk. namun hanya perpindahan obat dari kompartemen apikal ke basolateral atau sebaliknya. sehingga persamaan reaksi lebih tepat apabila ditulis sebagai berikut:

$\ce{E + S_{apikal} <=>[k_1][k_3] ES ->[k_2][] E + S_{basolateral} }$
atau
$\ce{E + S_{basolateral} <=>[k_1][k_3] ES ->[k_2][] E + S_{apikal} }$


Dengan menggunakan pendekatan kinetika M-M maka dapat dituliskan kinetika perpindahan obat yaitu:

$$-\frac{[dS]}{dt}= \frac{V_{max}[S]}{K_M + [S]} $$

karena $-\frac{[dS]}{dt}$ adalah kecepatan reaksi (dalam hal ini kecepatan transport obat) maka dapat dituliskan sebagai $V$. Sehingga persamaan MM di atas daat ditulis:
$$V= \frac{V_{max}[S]}{K_M + [S]} $$

Dengan memahami persamaan tersebut, maka kinetika perpindahan obat yang terfasilitasi oleh enzim dapat disimulasikan. Sebagai contoh,  [3H]estrone-3-sulfate (E3S) diketahui merupakan substrat bagi organic anion transporting polypeptide B (OATP-B) dengan nilai KM = 1,4 M dan Vmaks = 24,5 nmol/ mg protein / 2 menit [referensi klik di sini]. Dengan paramter tersebut maka kinetika pengambilan (uptake) E3S yang termediasi oleh OATP-B dapat disimulasikan sebagai berikut:


Untuk kemudahan dalam analisis data, seringkali lebih disukai model linier sehingga persamaan MM seringkali diubah ke dalam bentuk  Lineweaver-Burk (LB) yaitu:

$$ \frac{1}{V} = \frac{K_M}{V_{max}} \frac{1}{[S]}+ \frac{1}{V_{max}}$$

maka plot antara $1/V$ dengan $1/[S]$ adalah linier. dengan slope berupa $  \frac{K_M}{V_{max}}$ dan intercept sebesar $\frac{1}{V_{max}}$.


Penggunaan plot ini sangat berguna untuk menentukan apakah suatu senyawa obat bersifat inhibitor atau tidak, dan lebih jauh mampu melihat jenis inhibisinya. Berikut ini diberikan contoh plot LB untuk beberapa jenis inhibitor:


Plot LB yang dihasilkan bisa berupa gradien negatif (menurun, seperti contoh di atas) atau gradien positif (menaik), tergantung pada konteks masing-masing percobaan. Di dalam contoh ini, kecepatan transport diukur berdasarkan penurunan konsentrasi substrat pada kompartemen donor sehingga menghasilkan gradien negatif.

Dalam studi transport obat yang mendasarkan asumsinya pada hukum Fick I, persamaan MM masih kurang lengkap karena belum memperhatikan luas permukaan permeasi. Selain itu, akan lebih sesuai apabila yang pengukuran kecepatan transport didasarkan pada jumlah obat yang tertransport (M) bukan konsentrasinya, [S]. Karena yang diukur adalah jumlah obat yang tertransport maka kecepatan transport obat tidak lagi dituliskan dengan tanda negatif. Dengan demikian, akan lebih tepat jika ditambahkan parameter luas permukaan ke dalam persamaan MM sebagai berikut:

$$\frac{dM}{dt A}= \frac{J_{max}[S]}{K_M + [S]} $$

$\frac{dM}{dt A}$ adalah fluks obat yang tertransport atau sering disimbolkan dengan $J$. maka persamaan tersebut dapat dituliskan kembali menjadi:
$$J= \frac{J_{max}[S]}{K_M + [S]} $$

Apabila inhibisi bersifat competitive maka berlaku persamaan:

$$J = \frac{J_{max}[S]}{K_m [1+(I/K_i)]+[S]} $$
di mana $I$ dan $K_i$ adalah konsentrasi inhibitor dan konstanta afinitas inhibitor-transporter.

Apabila inhibisi bersifat non-kompetitif maka berlaku :
$$J = \frac{J_{max}[S]}{K_m [1+(I/K_i)][S]} $$

Untuk referensi lebih lanjut, dapat dibaca pada : "Molecular Characterization and role in Drug Disposition" dan "Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memahami Potensial Aksi Sel Saraf : Depolarisasi, Hiperpolarisasi, Repolarisasi

Potensial Istirahat Membran Sinyal pada sel-sel saraf disampaikan melalui sinyal listrik. Sinyal listrik ini dapat terjadi karena ada perbedaan muatan di dalam dan di luar sel. Perbedaan muatan ini dapat diukur menggunakan voltmeter yang terhubung dengan elektroda pembanding dan mikroelektroda perekam (lihat Gambar 1). Pada keadaan istirahat kanal ion tertutup, ion yang tersebar di sepanjang membran dapat diprediksi dengan mudah. Konsentrasi Na +  diluar sel 10 kali lebih besar dari pada di dalam sel dan konsentrasi K +  di dalam sel lebih besar daripada di luar sel. Sitosol mengandung anion konsentrasi tinggi dalam bentuk ion fosfat dan protein yang terionisasi negatif. Pada keadaan ini (istirahat) muatan di dalam sel lebih negatif daripada di luar dan beda potensialnya sebesar -70 mV. Nilai ini disebut dengan potensial istirahat membran. Kebocoran kanal ion dapat terjadi yang memungkinkan ion Na +  masuk ke dalam sel atau ion K +  keluar dari sel, namun hal ini dapat diatasi oleh p

Klasifikasi Reseptor

Reseptor dapat dibagi berdasarkan lokasi dan transduksi sinyal. Berdasarkan lokasinya, reseptor dapat dibagi menjadi reseptor transmembran dan reseptor inti. Jika ditinjau dari proses transduksi sinyal, maka dapat dibagi lagi menjadi  ionotropik &  metabotropik . Reseptor ionotropik, reseptor kanal ion atau yang terasosiasi dengan kanal ion, masih dapat dibagi lagi menjadi voltage-gated, ATP-gated, dan ligand-gated sedangkan reseptor ionotropik dapat dibagi menjadi reseptor terikat protein G (G s , G q , G i ) dan reseptor terikat enzim. 1. Reseptor Transmembran Reseptor transmembran terletak di membran sel dan mempunyai domain (daerah) ekstraseluler, membran, dan intraseluler [ 1 ]. Beberapa reseptor yang termasuk dalam golongan reseptor transmembran adalah reseptor insulin dan glucose transporter [2]  serta reseptor GABA A [3] . 2. Reseptor Inti Reseptor inti adalah reseptor yang terdapat di sitoplasma. Apabila terdapat ligan yang pengaktivasi (biasanya se

Granulasi Basah

Pendahuluan Metode granulasi basah adalah teknik pembuatan tablet yang paling banyak digunakan. Granulasi basah dimulai dari pencampuran, penambahan bahan pengikat, pengayakan, pengeringan, penambahan bahan ekstragranular, dan yang terakhir adalah pencetakan tablet. Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk suspensi/larutan/mucilago atau dalam bentuk serbuk kering. Manakala tablet dibuat dalam skala kecil, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk dan kemudian ditambah dengan sejumlah pelarut. Sebaliknya, dalam skala besar, sebaiknya bahan pengikat didispersikan terlebih dahulu ke dalam pelarut membentuk larutan/mucilago/suspensi baru kemudian ditambahkan ke dalam campuran yang akan dibuat menjadi granul. Penambahan pelarut atau cairan pengikat tidak perlu terlalu besar, sebab massa ("adonan") yang akan digranul cukup dibuat lembab ( jangan sampai basah atau seperti pasta karena menyebabkan tablet terlalu keras ). Setelah terbentuk massa yang cukup kalis, dilak