Langsung ke konten utama

Script Pengaturan Dosis Berulang IV Bolus Dua Kompartemen

Langkah-langkah simulasi farmakokinetika dengan R 


#Memanggil paket

library(ggplot2)

library(ggpubr)

library(deSolve)


#Mendefinisikan persamaan

iv.2comp <-function(t, state, parameters) {

 with(as.list(c(state, parameters)),{

 # rate of change

 dC1 <- k21*C2/V1 - (k12+ke)*C1

 dC2 <- k12*C1/V2 - k21*C2

 

 # return the rate of change

 list(c(dC1, dC2))

 }) # end with(as.list ...

 }

#dose = 100

#V1 = 10

#C1 pada waktu nol = dose/V1


state <- c(C1 = 10, C2 = 0) #pada waktu ke nol

time <- seq(0, 100, .01) #Interval waktu pengamatan


#mendefinisikan parameter

parameters <- c(k12 = .23, k21 = .11, ke = 0.32, V1 = 10, V2 = .5)


#Simulasi farmakokinetika untuk dosis tunggal

out <- ode(y = state, times = time, func = iv.2comp, parms= parameters) 

dat1 <- as.data.frame(out)

head(dat1)

## Plot simulasi farmakokinetika pada dosis tunggal

c1 <- ggplot(dat1, aes(y = C1, x = time)) + geom_line(colour = 'red', size=1 + scale_y_log10()

c2 <- ggplot(dat1, aes(y = C2, x = time)) + geom_line(colour = 'red', size=1) + scale_y_log10()

ggarrange(c1,c2, labels=c("C1", "C2"))


#Pengaturan dosis berulang; injeksi tiap 12 jam 100 mg 

regiment.dose <- data.frame(var=c('C1'),

time = seq(from=12, to = 72, by = 12),

value = 100/10, method='add')


#Simulasi farmakokinetika dosis berulang

out <- ode(y = state, times = time, func = iv.2comp, parms= parameters,

           method="impAdams", event = list(data=regiment.dose)) 

dat1 <- as.data.frame(out)

#Plot simulasi farmakokinetika dosis berulang

c1 <- ggplot(dat1, aes(y = C1, x = time)) + geom_line(colour = 'red', size=1) + scale_y_log10() 

c2 <- ggplot(dat1, aes(y = C2, x = time)) + geom_line(colour = 'red', size=1) + scale_y_log10()

ggarrange(c1,c2, labels=c("A", "B"))


##Selesai##

Hasilnya silakan dicek di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memahami Potensial Aksi Sel Saraf : Depolarisasi, Hiperpolarisasi, Repolarisasi

Potensial Istirahat Membran Sinyal pada sel-sel saraf disampaikan melalui sinyal listrik. Sinyal listrik ini dapat terjadi karena ada perbedaan muatan di dalam dan di luar sel. Perbedaan muatan ini dapat diukur menggunakan voltmeter yang terhubung dengan elektroda pembanding dan mikroelektroda perekam (lihat Gambar 1). Pada keadaan istirahat kanal ion tertutup, ion yang tersebar di sepanjang membran dapat diprediksi dengan mudah. Konsentrasi Na +  diluar sel 10 kali lebih besar dari pada di dalam sel dan konsentrasi K +  di dalam sel lebih besar daripada di luar sel. Sitosol mengandung anion konsentrasi tinggi dalam bentuk ion fosfat dan protein yang terionisasi negatif. Pada keadaan ini (istirahat) muatan di dalam sel lebih negatif daripada di luar dan beda potensialnya sebesar -70 mV. Nilai ini disebut dengan potensial istirahat membran. Kebocoran kanal ion dapat terjadi yang memungkinkan ion Na +  masuk ke dalam sel atau ion K +  keluar dari sel, namun hal ini dapat diatasi oleh p

Klasifikasi Reseptor

Reseptor dapat dibagi berdasarkan lokasi dan transduksi sinyal. Berdasarkan lokasinya, reseptor dapat dibagi menjadi reseptor transmembran dan reseptor inti. Jika ditinjau dari proses transduksi sinyal, maka dapat dibagi lagi menjadi  ionotropik &  metabotropik . Reseptor ionotropik, reseptor kanal ion atau yang terasosiasi dengan kanal ion, masih dapat dibagi lagi menjadi voltage-gated, ATP-gated, dan ligand-gated sedangkan reseptor ionotropik dapat dibagi menjadi reseptor terikat protein G (G s , G q , G i ) dan reseptor terikat enzim. 1. Reseptor Transmembran Reseptor transmembran terletak di membran sel dan mempunyai domain (daerah) ekstraseluler, membran, dan intraseluler [ 1 ]. Beberapa reseptor yang termasuk dalam golongan reseptor transmembran adalah reseptor insulin dan glucose transporter [2]  serta reseptor GABA A [3] . 2. Reseptor Inti Reseptor inti adalah reseptor yang terdapat di sitoplasma. Apabila terdapat ligan yang pengaktivasi (biasanya se

Granulasi Basah

Pendahuluan Metode granulasi basah adalah teknik pembuatan tablet yang paling banyak digunakan. Granulasi basah dimulai dari pencampuran, penambahan bahan pengikat, pengayakan, pengeringan, penambahan bahan ekstragranular, dan yang terakhir adalah pencetakan tablet. Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk suspensi/larutan/mucilago atau dalam bentuk serbuk kering. Manakala tablet dibuat dalam skala kecil, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk dan kemudian ditambah dengan sejumlah pelarut. Sebaliknya, dalam skala besar, sebaiknya bahan pengikat didispersikan terlebih dahulu ke dalam pelarut membentuk larutan/mucilago/suspensi baru kemudian ditambahkan ke dalam campuran yang akan dibuat menjadi granul. Penambahan pelarut atau cairan pengikat tidak perlu terlalu besar, sebab massa ("adonan") yang akan digranul cukup dibuat lembab ( jangan sampai basah atau seperti pasta karena menyebabkan tablet terlalu keras ). Setelah terbentuk massa yang cukup kalis, dilak